Laman

Rabu, 02 November 2011

peran pendidikan sebagai pemasok tenaga kerja terdidik dalam era globalisasi


BAB I
PENDAHULUAN
A.      1. Latar Belakang
Persoalan ketenagakerjaan selalu mendapat perhatian yang serius dari berbagai kalangan, baik pemerintah, swasta maupun dari masyarakat. Kompleksitas permasalahan ketenagakerjaan ini dapat dipandang sebagai suatu upaya masing-masing individu untuk memperoleh dan mempertahankan hak-hak kehidupan yang melekat pada manusia agar memenuhi kebutuhan demi kelangsungan hidup.
Tujuan pembangunan nasional, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan dan berdaya saing maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia yang sehat, mandiri dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Dari tujuan tersebut tercermin bahwa sebagai titik sentral pembangunan adalah pemberdayaan sumber daya manusia termasuk tenaga kerja, baik sebagai sasaran pembangunan maupun sebagai pelaku pembangunan. Dengan demikian, pembangunan ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek pendukung keberhasilan pembangunan nasional. Di sisi lain, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan nasional tersebut, khususnya dibidang dibidang ketenagakerjaan, sehingga diperlukan kebijakan dan upaya dalam mengatasinya. Dewasa ini banyak lontaran kritik terhadap sistem pendidikan yang pada dasarnya mengatakan bahwa perluasan kesempatan belajar cenderung telah menyebabkan bertambahnya pengangguran tenaga terdidik dari pada bertambahnya tenaga produktif yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja.
 Menurut data sensus penduduk, jumlah tenaga pengangguran tidak hanya terjadi pada lulusan pendidikan tingkat rendah, tetapi juga terjadi pada lulusan pendidikan tinggi, yakni sarjana.
Sebagai salah satu jalur utama pengembangan SDM, pendidikan seharusnya mempunyai peran sebagai pencetak tenaga kerja yang terdidik dan kompeten, apalagi dalam era globalisasi seperti ini.
Era global dapat menjadi peluang, tantangan, sekaligus juga menjadi ancaman. Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja yang kita miliki saat ini kondisinya masih memerlukan perhatian yang serius di dalam pembangunan bangsa ini.
Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara keseluruhan. Dalam proses pembangunan tersebut peranan pendidikan amatlah strategis. Peranan pendidikan dalam pembangunan adalah mengembangkan kompetensi individu, dimana kompetensi ini diperlukan untuk meningkatkan produktivitas, dan secara umum akan meningkatkan kemampuan warga masyarakat dan semakin banyak warga masyarakat yang memiliki kemampuan akan meningkatkan taraf kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, pendidikan yang diimbang dengan kualitas handal harus diperluas secara besar-besaran, merata bagi seluruh lapisan masyarakat agar kemajuan dan kesejahteraan bangsa dapat terwujud.

B.     2. Rumusan Masalah
1.       1. Tenaga Kerja Terdidik
2.       2. Pendidikan Tenaga Kerja Terdidik
3.       3. Peran Pendidikan Bagi Tenaga Kerja Terdidik di Era Globalisasi

C.     3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.        Mengetahui dan Memahami Tentang  Tenaga Kerja Terdidik
2.       Mengetahui dan Memahami Tentang Pendidikan Tenaga Kerja Terdidik
3.        Mengetahui, Memahami Serta Mengaplikasikan Peran Pendidikan Tenaga Kerja Terdidik di Era Globalisasi


BAB II
  PEMBAHASAN
A.     1. Landasan Teori
Pendidikan pada hakikatnya memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan, salah satunya sebagai sumber mata pencaharian, yakni pekerjaan. Pekerjaan yang baik dan stabil akan menghasilkan produktivitas yang tinggi, serta efektif dan efisien.
Di era globalisasi seperti sekarang ini, peran pendidikan sebagai sumber pemasok tenaga kerja sangat jelas. Faktanya, dalam setiap pekerjaan telah terkualifikasi tertentu. Sehingga sebagai tenaga kerja yang butuh sebuah pekerjaan harus memenuhi kualifikasi tersebut.
Selain itu, seorang pekerja juga harus mempunyai kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang dibutuhkan dalam sebuah pekerjaan.
2.  Isi
PERANAN PENDIDIKAN SEBAGAI PEMASOK TENAGA KERJA TERDIDIK DALAM  ERA GLOBALISASI
1.       Tenaga Kerja Terdidik
Menurut UU No. 13 Tahun 2003, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Tenaga kerja dapat juga diartikan sebagai penduduk yang berada dalam batas usia kerja. Tenaga kerja disebut juga golongan produktif. Unsur-unsur pembentuk SDM / tenaga kerja meliputi keahlian, kejujuran, keadilan dan kekuatan fisik.
Tenaga kerja dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a.       1. angkatan kerja, Penduduk yang termasuk angkatan kerja terdiri atas orang yang bekerja, pencari kerja dan menganggur.
b.      2. bukan angkatan kerja, penduduk yang termasuk golongan bukan angkatan kerja terdiri atas anak sekolah, ibu rumah tangga, dan pensiunan. Golongan bukan angkatan kerja ini jika mereka mendapatkan pekerjaan maka termasuk angkatan kerja. Sehingga golongan bukan angkatan kerja disebut juga angkatan kerja potensial.
Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga kerja juga dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Dalam faktor produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokan berdasarkan:
a.       Kualitas (kemampuan dan keahlian)
Berdasarkan kualitasnya, tenaga kerja dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a.       1. tenaga kerja terdidik, tenaga kerja yang memerlukan pendidikan tertentu sehingga memiliki keahlian di bidangnya, misalnya dokter, insinyur, akuntan, dan ahli hukum
b.       2. Tenaga kerja terampil, tenaga kerja yang memerlukan kursus atau latihan bidang-bidang keterampilan tertentu sehingga terampil di bidangnya. Misalnya tukang listrik, montir, tukang las, dan sopir.
c.       3. tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih, tenaga kerja yang tidak membutuhkan pendidikan dan latihan dalam menjalankan pekerjaannya. Misalnya tukang sapu, pemulung, dan lain-lain.
b. Sifat kerjanya
berdasarkan sifat kerjanya, tenaga kerja dibagi menjadi dua, yaitu:
1. tenaga kerja rohani, tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang menggunakan pikiran, rasa, dan karsa. Misalnya guru, editor, konsultan, dan pengacara.
a.       2. tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang menggunakan kekuatan fisik dalam kegiatan produksi. Misalnya tukang las, pengayuh becak, dan sopir.

1.       2. pendidikan tenaga kerja terdidik
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri anak didik.
Pendidikan dalam Sistem Pendidikan Nasional adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, pamong belajar, tutor, instruktur, dsb, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dalam konteks pendidikan dasar menengah pendidik adalah guru. Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Kedudukan guru bertujuan untuk melakasanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidkan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap,kreatif, mandiri, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Sedangkan kompetensi pendidik adalah mencakup kompetensi pedagogic,kompetensi kepribadian,kompetensi sosial dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Selama tiga dasawarsa terakhir, dunia pendidikan Indonesia secara kuantitatif telah berkembang sangat cepat. Pada tahun 1965 jumlah sekolah dasar (SD) sebanyak 53.233 dengan jumlah murid dan guru sebesar 11.577.943 dan 274.545 telah meningkat pesat menjadi 150.921 SD dan 25.667.578 murid serta 1.158.004 guru (Pusat Informatika, Balitbang Depdikbud, 1999). Jadi dalam waktu sekitar 30 tahun jumlah SD naik sekitar 300%. Sudah barang tentu perkembangan pendidikan tersebut patut disyukuri. Namun sayangnya, perkembangan pendidikan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan kualitas pendidikan yang sepadan. Akibatnya, muncul berbagai ketimpangan pendidikan di tengah-tengah masyarakat, termasuk yang sangat menonjol adalah: a) ketimpangan antara kualitas output pendidikan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan, b) ketimpangan kualitas pendidikan antar desa dan kota, antar Jawa dan luar Jawa, antar pendudukkaya dan penduduk miskin. Di samping itu, di dunia pendidikan juga muncul dua problem yang lain yang tidak dapat dipisah dari problem pendidikan yang telah disebutkan di atas.
Pertama, pendidikan cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial.
Kedua, pendidikan sistem persekolahan hanya mentransfer kepada peserta didik apa yang disebut the dead knowledge, yakni pengetahuan yang terlalu bersifat text-bookish sehingga bagaikan sudah diceraikan baik dari akar sumbernya maupun aplikasinya.
 pembaharuan pendidikan telah dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi sejauh ini belum menampakkan hasilnya, malah bisa dikatakan gagal. Sesungguhnya kegagalan berbagai bentuk pembaharuan pendidikan di tanah air kita bukan semata-mata terletak pada bentuk pembaharuan pendidikannya sendiri yang bersifat erratic, tambal sulam, melainkan lebih mendasar lagi kegagalan tersebut dikarenakan ketergantungan penentu kebijakan pendidikan pada penjelasan paradigma peranan pendidikan dalam perubahan sosial yang sudah usang. Ketergantungan ini menyebabkan adanya harapan-harapan yang tidak realistis dan tidak tepat terhadap efikasi pendidikan.
Berbicara mengenai kedudukan guru sebagai tenaga professional, akan lebih baik jika diketahui terlebih dahulu mengenai maksud kata profesi. Pengertian profesi memiliki banyak konotasi, salah satu diantaranya tenaga pendidikan, termasuk guru. Secara umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Sardiman menjelaskan bahwa pekerjaan professional akan senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kepentingan sosial.[1]
Fakta lain tentang gagalnya pendidikan diantaranya adalah Pengangguran intelektual di Indonesia cenderung terus meningkat dan semakin mendekati titik yang mengkhawatirkan. Pada tahun 2003 jumlah pengangguran intelektual diperkirakan mencapai 24,5 persen. Pengangguran intelektual ini tidak terlepas dari persoalan dunia pendidikan yang tidak mampu menghasilkan tenaga kerja berkualitas sesuai tuntutan pasar kerja sehingga seringkali tenaga kerja terdidik kita kalah bersaing dengan tenaga kerja asing. Fenomena inilah yang sedang dihadapi oleh bangsa kita di mana para tenaga kerja yang terdidik banyak yang menganggur walaupun mereka sebenarnya menyandang gelar.[2]
Ciri-ciri keprofesian di bidang kependidikan sebagai berikut : (1) Diakui oleh masyarakat dan layanan yang diberikan hanya dikerjakan oleh pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi. (2) Memiliki sekumpulan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Sebagai contoh misalnya profesi dibidang keguruan, harus pula mempelajari psikologi, metodik, komputer dan lain-lain. (3) Diperlukan persiapan yang sengaja dan sistematis, sebelum yang bersangkutan itu dapat melaksanakan pekerjaan professional. (4) Memiliki mekanisme untuk menyaring sehingga orang yang berkompeten saja yang diperbolehkan bekerja. (5) Memiliki organisasi professional untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat.
Pengertian profesi dengan segala ciri dan persyaratannya tersebut akan membawa konsekuensi yang fundamental terhadap program pendidikan. Salah satu konsekuensi itu diantaranya adalah berkenaan dengan accountability dari program pendidikan itu sendiri. Bagi guru yang merupakan tenaga professional dibidang kependidikan dalam kaitannya dengan accountability, bukan berarti tugasnya menjadi lebih ringan, justru menjadi lebih berat dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.[3]

2.       3. Peran Pendidikan Bagi Tenaga Kerja Terdidik di Era Globalisasi
Istilah globalisasi menunjuk pada sebuah proses tumbuhnya kesadaran global bahwa dunia merupakan sebuah lingkungan yang terbangun sebagai suatu kesatuan yang utuh.[4] Ciri global ekonomi menurut Paul Krugman terjadi aktivitas: perdagangan internasional atas barang, pengguna jasa secara internasional, pertukaran tenaga kerja internasional, aliran uang internasional, dan aliran informasi internasional.[5]
Dampak globalisasi dibidang ekonomi sektor pasar kerja yaitu
3.       Dampak positif, Kebebasan gerak para kekerja yang semakin mengglobal memberikan kesempatan kepada pekerja dari Indonesia untuk memperoleh lapangan pekerjaan di perusahaan asing, baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri.
4.       Dampak negatif, maraknya para pekerja ilegal dan banyaknya pelanggaran HAM terhadap tenaga kerja Indonesia di luar negeri.[6]
Seiring dengan globalisasi disemua aspek kehidupan, termasuk ekonomi sektor tenaga kerja, maka mutlak diperlukan peningkatan daya saing tenaga kerja. Kunci jawaban peningkatan daya saing tenaga kerja terletak pada peningkatan kompetensi tenaga kerja itu sendiri.
Jalur pendidikan merupakan tulang punggung pengembangan SDM yang dimulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Sementara itu, jalur pelatihan dan pengembangan karir di tempat kerja merupakan jalur suplemen dan komplemen terhadap pendidikan.
Pendekatan ketenagakerjaan merupakan pendekatan yang mengutamakan kepada keterkaitan lulusan sistem pendidikan dengan tuntutan terhadap tenaga kerja pada berbagai sektor pembangunan dengan tujuan yang akan dicapai adalah bahwa pendidikan itu diperlukan untuk membantu lulusan memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik sehingga tingkat kehidupannya dapat diperbaiki.
Pendidikan formal dianggap sebagai penentu dalam menunjang pertumbuhan ekonomi, dan titik temu antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi adalah produktivitas kerja, dengan asumsi bahwa semakin tinggi mutu pendidikan, semakin tinggi produktivitas kerja, semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat. Anggapan ini mengacu pada teori Human Capital yang menerangkan bahwa pendidikan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi karena pendidikan berperan di dalam meningkatkan produktivitas kerja.[7]
Sejak awal tahun 2000, Indonesia telah meletakkan dasar pengembangan SDM melalui standardisasi kompetensi, yang diperkuat dengan lahirnya UU 13 tentang ketenagakerjaan yang menjadi dasar untuk mengembangkan SDM berbasis kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan, yang selanjutnya diikuti dengan PP 31 tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional (Sislatkernas). dalam sislatkernas diatur tentang tiga pilar pengembangan SDM, yaitu:
1.        Standard Kompetensi
Standar Kompetensi kerja yang merupakan rincian dari pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang harus dikuasai oleh seseorang untuk dapat melakukan pekerjaan secara efektif di tempat kerja sesuai persyaratan pekerjaan.
2.       Pelatihan berbasis kompetensi
Pengembangan SDM ditempuh melalui 3 jalur, yaitu pendidikan, pelatihan dan pengembangan karir di tempat kerja. Agar dihasilkan SDM yang kompeten, maka pendidikan khususnya pendidikan profesi dan pelatihan harus dikembangkan berdasarkan standar kompetensi yang ada. Pendidikan dan pelatihan memproses SDM menjadi kompeten, dimana ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dibangun dan dikembangkan secara simultan menjadi SDM menguasai aspek pengetahuan,  keterampilan sekaligus sikap kerja sesuai tuntutan standar kompetensi yang merupakan representasi dari kebutuhan industri atau pasar kerja. Jadi fungsi lembaga pendidikan dan pelatihan adalah membangun kompetensi SDM sesuai standar kompetensi yang ada (SKKNI, standar khusus/internasional).
3.       Sertifikasi Kompetensi
Sertifikasi kompetensi bagi profesi merupakan proses penjaminan bahwa seseorang telah mencapai kompetensi sebagaimana standar kompetensi yang ada.
Pembangunan sendiri merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara keseluruhan. Dalam proses pembangunan tersebut peranan pendidikan amatlah strategis.[8]
Secara umum, peran pendidikan diantaranya adalah:
a) memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa,
b) mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan mendorong perubahan sosial, dan
c) untuk meratakan kesempatan dan pendapatan. Peran yang pertama merupakan fungsi politik pendidikan dan dua peran yang lain merupakan fungsi ekonomi.
Berkaitan dengan peranan pendidikan dalam pembangunan nasional muncul dua paradigma yang menjadi kiblat bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan kebijakan pendidikan:  
1.       Paradigma Fungsional,  melihat bahwa keterbelakangan dan kemiskinan dikarenakan masyarakat tidak mempunyai cukup penduduk yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan sikap modern. Menurut pengalaman masyarakat di Barat, lembaga pendidikan formal sistem persekolahan merupakan lembaga utama mengembangkan pengetahuan, melatih kemampuan dan keahlian, dan menanamkan sikap modern para individu yang diperlukan dalam proses pembangunan. Bukti-bukti menunjukkan adanya kaitan yang erat antara pendidikan formal seseorang dan partisipasinya dalam pembangunan. Perkembangan lebih lanjut muncul, tesis Human lnvestmen, yang menyatakan bahwa investasi dalam diri manusia lebih menguntungkan, memiliki economic rate of return yang lebih tinggi dibandingkan dengan investasi dalam bidang fisik.
Paradigma Sosialisasi,  melihat peranan pendidikan dalam pembangunan adalah:
a) mengembangkan kompetensi individu,
b) kompetensi yang lebih tinggi tersebut diperlukan untuk meningkatkan produktivitas,
c) secara urnum, meningkatkan kemampuan warga masyarakat dan semakin banyaknya warga masyarakat yang memiliki kemampuan akan meningkatkan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Oleh karena itu, berdasarkan paradigma sosialisasi ini, pendidikan harus diperluas secara besar-besaran dan menyeluruh, kalau suatu bangsa menginginkan kemajuan.
Melihat sekarang Persaingan global dibidang tenaga kerja tidak dapat dielak lagi, sektor-sektor tertentu seperti pariwisata, akuntan, kesehatan, konstruksi, transportasi dan juga perbankan saat ini telah dirasakan betapa pengaruhnya sudah sangat luar biasa, maka peran pendidikan sebagai salah satu pilar utama pencetak tenaga kerja harus digalakkan lagi secara efektif dan efisien agar menghasilkan tenaga kerja yang kompeten.[9]
Salah satu cara untuk menghadapi hal ini adalah memastikan bahwa seluruh infrastruktur pengembangan SDM kita telah siap. SKKNI telah ada, lembaga pendidikan profesi dan lembaga pelatihan telah siap menghasilkan orang yang kompeten, lembaga sertifikasi profesi yang memberikan jaminan dan pengakuan atas kompetensi profesi juga telah tersedia, dan semuanya telah bekerja didalam suatu sistem yang dibangun secara nasional dan telah menghasilkan orang-orang yang kompeten. Selanjutnya instansi teknis dapat merancang kebijakan tentang pemberlakuan standardisasi dan sertifikasi kompetensi bagi profesi terkait, dapat bersifat dianjurkan atau  diwajibkan. pemberlakuan ini tanpa terkecuali dan tidak boleh diskriminatif dan berlaku baik bagi tenaga kerja Indonesia maupun bagi tenaga kerja asing. Dalam hal berlaku wajib kita harus memperhatikan kesiapan infrastruktur pendukung, yaitu adanya standar kompetensi, lembaga pendidikan dan pelatihan, dan lembaga sertifikasi profesi.[10]
Menurut penulis, dengan melihat  segala hal yang telah dicoba agar tenaga kerja Indonesia dapat bersaing dengan tenaga kerja asing, seharusnya tenaga kerja Indonesia bisa berbicara banyak dilevel ketenagakerjaan internasional.
                                                            BAB III
                                                            PENUTUP
A.      Kesimpulan
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memerlukan pendidikan tertentu sehingga memiliki keahlian di bidangnya, misalnya dokter, insinyur, akuntan, dan ahli hukum.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendekatan ketenagakerjaan merupakan pendekatan yang mengutamakan kepada keterkaitan lulusan sistem pendidikan dengan tuntutan terhadap tenaga kerja pada berbagai sektor pembangunan dengan tujuan yang akan dicapai adalah bahwa pendidikan itu diperlukan untuk membantu lulusan memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik sehingga tingkat kehidupannya dapat diperbaiki.
Pendidikan formal dianggap sebagai penentu dalam menunjang pertumbuhan ekonomi, dan titik temu antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi adalah produktivitas kerja, dengan asumsi bahwa semakin tinggi mutu pendidikan, semakin tinggi produktivitas kerja, semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat. Anggapan ini mengacu pada teori Human Capital yang menerangkan bahwa pendidikan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi karena pendidikan berperan di dalam meningkatkan produktivitas kerja.
Arah pembangunan SDM di indonesia ditujukan pada pengembangan kualitas SDM secara komprehensif meliputi aspek kepribadian dan sikap mental, penguasaan ilmu dan teknologi, serta profesionalisme dan kompetensi yang ke semuanya dijiwai oleh nilai-nilai religius sesuai dengan agamanya

B.      Saran
Melihat sekarang yang telah berada pada fase Globalisasi dalam segala sektor, salah satunya dalam sektor ekonomi pasar tenaga kerja / SDM. Dengan beradanya fase globalisasi pada sektor tenaga kerja / SDM tersebut, mengakibatkan pertukaran tenaga kerja yang tidak ada batasnya, dari hal tersebut terjadi persaingan antar tenaga kerja dalam mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu,  banyak hal yang perlu dilakukan oleh semua masyarakat dan pemerintah. 
1.       Pemerintah seharusnya menggalakkan pendidikan secara besar-besaran yang diimbangi dengan kualitas pendidikan tersebut.
2.       Hendaknya muncul kesadaran diri dari masyarakat bahwa pendidikan sangatlah penting bagi kehidupan, salah satunya menyangkut akan pekerjaan.



DAFTAR PUSTAKA

1.      Damayanti, Septiana  dan Siti Nurjanah. 2009. Kreatif Pendidikan Kewarnegaraan untuk SMA Kelas XII semester genap. Klaten: Viva pakarindo.
2.      Mubarok, M Husni. 2010. Pengantar Bisnis. Semarang: Nora Media Enterprise.





[4] Damayanti, Septiana  dan Siti Nurjanah. 2009. Kreatif Pendidikan Kewarnegaraan untuk SMA Kelas XII semester genap. Klaten: Viva pakarindo. hal. 34
[5] Mubarok, M Husni. 2010. Pengantar Bisnis. Semarang: Nora Media Enterprise. Hal. 86
[6] Damayanti, Septiana  dan Siti Nurjanah. Op Cit. Hal.41

Tidak ada komentar:

Posting Komentar