Laman

Minggu, 25 Desember 2011

Cerpen "Tak ada Pagi Untuk-Ku"


Cerpen                                  
Tak ada Pagi Untuk-Ku
Oleh: Ahmad Zaini

melewati hari seperti biasa, tak ada tanda atau alamat sesuatu akan terjadi. Di H+3 lebaran, aku masih melewati semua waktu penuhku bersama dia, dia biasa saja, sehat-sehat saja, tak ada sedikitpun tanda bahwa dia sakit atau terkena sakit.
pagi hari, matahari masih menyambut kami dengan mesra, burung-burung masih menyanyikan lagu kabahagiaan kami. bahagia yang sempurna, bahagia yang penuh bahagia. kebahagiaan yang telah kita lewati selama hampir 10 musim semenjak hari itu, hari dimana aku dan dia seperti raja dan ratu dalam sehari, di singgasana yang mewah, senyum ceria bahagia, dengan mempersatukan dua insan yang haram menjadi halal.
seusia 2 tahun dari pernikahan, diatara kami hadir seorang putri yang sangat lucu dan cantik seperti ibunya. kulit putih, mata yang berbinar, dan aura bahagia yang terpancar bak matahari yang selalu menyambut kami di setiap pagi dengan sapaan yang begitu hangat. kehadiranya menambah kebahagiaan kami yang sangat berbahagia.
berjalan terus berjalan, waktu begitu cepat tak terasa bersama bahagia. lima tahun sudah kita bersama tinggal satu atap  yang telah dilengkapi kebahagiaan dengan kehadiran seorang putri. kebahagiaan yang begitu sempurna. syukur yang tiada henti dan tiada batasnya.
lebaran ke5 yang telah kita lewati bersama. juga berarti, anak kami telah beranjak menjadi anak-anak. begitu lucu dia.
allahu akbar3x,,, dst”. kumandang takbir yang begitu semarak menggema dari speaker masjid-musholla2X setempat. setelah zakat, kami bertiga berganti menyulut kembang api yang telah dibeli semenjak hari sebelum lebaran yang sengaja disulut di malam takbir. anak kami begitu bahagia, dan pastinya kami berdua juga sangat berbahagia.
acara kembang api telah usai dari jam lalu. pukul 22:00 WIB, tiba-tiba anak kami yang kita kasih nama “sheila” yang sering kita sapa dengan “cilla” terbangun dari tidurnya dan menangis. kali ini tak seperti biasanya, tangisanya begitu keras dan lama. sebagai usaha, kami ajak cilla bersepeda motor. berputar-putar berkali-kali, mengelilingi pasar dengan dinginya malam yang memang semakin larut. dan akhirnya usaha kami berhasil, cilla akhirnya tertidur juga.
sampai di rumah, aku tatap wajah jam yang menempel di tembok dengan menunjukan jemarinya diantara angka 12 dan 1, seraya istriku membawa ke kamar dan menidurkan cilla. dan kami pun mengikutinya.
fajar menyingsing, kami terbangun dengan sedikit lelah yang masih menempel. kemudian aku beranjak ke kamar mandi mengambil air tuk mandi.
selepas mandi, aku menunggu kumandang adzan subuh. tak menunggu begitu lama, adzan pun berkumandang. kami pun sholat bersama. selesai sholat, istriku (yanti) mengambil beras tuk dimasak.
matahari pun mulai menampakkan senyumanya kepada kami seperti pagi-pagi biasanya. aku bersiap berangkat ke masjid tuk melaksanakan sholat ied. aku pun pamit pada istriku.
“buk, aku berangkat ke masjid dulu.”
“ya, yah.”, jawab istriku yang memang memanggilku dengan panggilan ayah.
“nanti langsung mandi, terus berkunjung selepas aku pulang dari masjid.” pesanku.
“ya.” jawab singkat istriku yang memang lagi sibuk dengan dapurnya.
aku pun beranjak pergi ke masjid. sesampai di masjid, aku mengambil tempat duduk di saff (baris) ketiga. dengan jalanya waktu, akhirnya telah selesai.
pukul 08:00 WIB, aku telah sampai di rumah sepulang sholat ied. kemudian ku dapati istriku telah bersih dan rapi dengan bajunya serba putih yang sedang memakaikan baju pada cilla. setelah selesai, kemudian kami sarapan. setelah itu, kami mulai berkunjung ke sanak saudara.
***
hari mulai senja, kami pun kembali ke rumah. berlanjut malam datang. diantara bintang-bintang yang bertabur di hamparan hitam yang luas, kami kembali melanjutkan perkunjungan kami ke sanak saudara kami.
malam yang semakin berjalan, dengan larinya yang begitu cepat, kami pun pulang untuk melanjutkan istirahat. malam ini berjalan secara sederhana.
pagi datang kembali, di H+2 lebaran, masih ada sanak saudara yang tersisa yang belum terkunjungi. sebagai yang masih muda, memang lebih pantas dan layak untuk mengunjungi yang lebih tua. lalu, kami pun berkunjung, hinggap berganti-ganti dari ranting satu rumah ke rumah yang lain. hingga malam datang, kami pun pulang. tuk malam ini, kami rencananya hanya berkunjung ke kakak ipar kami yang rumahnya tak terlalu jauh, Cuma beda gang saja. kami pun Cuma menggunakan roda alami kami, yakni kaki. berjalan menyusuar menuju rumah kakak ipar kami meskipun jarak yang tidak terlalu jauh, ternyata melelahkan juga. memang, akhir-akhir ini kita jarang melakukan sedikit gerak tubuh karena tenggelam dalam kesibukan kita.
sesampai di depan rumah kakak ipar, kami dapati pintu rumahnya dalam keadaan setengah terbuka. aku pun mencoba mengetuk dan memanggilnya.
“tok tok tok,,,,, assalamu’alaikum...”, genggaman jemari mengetuk pintu seraya ucapkan salam. dari dalam rumah tak ada jawaban. tampaknya kakak ipar kami sedang berkunjung juga. aku pun coba mengetuk lagi.
“tok tok tok,,,,”, kosong jawaban.
“mbak zul,,,”, panggil istriku yang memang memanggil iparnya dengan sapaan mbak zul yang nama lengkapnya zulfatun.
nihil jawaban, kami pun kembali ke rumah dengan sedikit kelelahan.
pukul 20:00 WIB, kami kembali mencoba berkunjung ke rumah kakak ipar kami. kali ini berharap kakak ipar kami telah pulang dari acara kunjungannya dan kami akan bertemu.
angin malam ini begitu kencang, sehingga terasa begitu dingin. sedikit demi sedikit dinginya malam menguliti kulitku. begitu pun dengan istriku, apalagi anak kami.
15 menit perjalanan menuju rumah kakak ipar kami ternyata masih jauh dari harapan bisa bertemu. kakak ipar kami ternyata masih dalam pengembaraanya. kami pun tuk kali ini bersabar sedikit tuk menunggu. 45 menit berlalu dalam penungguan, akhirnya hidung kakak ipar kami nongol juga.
“ e,,, dek cilla, dah nunggu lama?” ucap mbak zul pertama saat menemukan kita yang duduk di pojok depan rumahnya.
“lumayan mbak.” jawab istriku.
“ monggo masuk”.
kami pun masuk bersama kakak ipar kami.
“dari berkunjung kemana aja mbak?” tanyaku.
“dari mbah man”
kemudian kami berbincang-bincang begitu banyak.
pukul 21.15 WIB, acara berkunjung ke rumah kakak ipar kami pun telah terpenuhi. sudah lega pastinya, karena kunjungan ke rumah kakak ipar tadi adalah penutup tour kunjungan lebaran kali ini. kunjungan kesemua saudara telah selesai.
pukul 21.30 WIB, kami telah sampai di rumah, ku dapati saudara-saudara kami dari desa Wonosalam yang kemarin telah aku kunjungi berbalas berkunjung ke rumah kami.
“ monggo masuk pak dhe” aku menyilahkan.
kemudian kami pun masuk diikuti pak dhe dengan seperangkat keluarganya. kemudian kami duduk, begitu banyak sekali tamu pak dhe dan sekeluarga yang berkunjung kali ini. rame sekali.
“ monggo dhe disambi,,, dah nunggu lama tadi?” ucap istriku.
“nggeh,,, niki nembe rawuh og”.
perbincangan diselingi cerita-cerita menyemarakkan ruang tamu kami. suasana yang fitri dan ceria memang suatu tradisi bagi kaum muslim sebagai ajang silaturrahmi.
pukul 22.00 WIB, ruang tamu kami telah kosong dari insan dan cerita-cerita serta guyon. istriku pun ke dapur tuk masak ketupat yang memang sudah menjadi tradisi lebaran. memang sengaja istriku memasak ketupat pada malam hari agar pagi nanti sudah matang dan siap tuk dibagikan ke tetangga-tangga.
pukul 22.35 WIB, istriku beranjak istirahat dulu. sementara aku masih menjaga masakan ketupat istriku sambil nonton TV. setengah jam kemudia, aku beranjak ke ruang tidur tuk istirahat.
malam berjalan, suara-suara keramaian telah hilang ditelan kesunyian. begitu syahdu suasana.
pukul 00.30 WIB, aku terbangun karena jeritan tangis anakku yang begitu kuat dan keras. aku dapati istriku telah sesengguk-sengguk sambil menendang-nendang kakinya. aku begitu panik, keadaan istriku yang begitu di barengi suara tangisan keras anakku. aku angkat istriku keluar kamar, kemudian aku gendong anakku keluar tuk meminta pertolongan tetangga-tangga. pertama kali aku minta pertolongan sama pak dhe mus, yang memang rumahnya berada disamping rumahku.
“tok tok tok,,, dhe mus”. ketok tanganku sambil memanggil dhe mus.
terdengar suara jalan kaki, kemudian pintu terbuka.
“dhe,,, tolong istriku sakit dan tolong minta pertolongan orang lain.” pintaku.
“nggeh,,,” jawab singkat dhe mus. kemudian dhe mus memberi tahu tetangga-tetangga lain.
keadaan ramai, begitu tegang, seseorang yang sehat-sehat saja tiba-tiba tergolak tak sadarkan diri diiringi dengan sesengguk-senggukan. keadaan yang begitu miris sekali.
“nor,,, tolong panggilkan dhe kaji suruh bawa mobil cepet kesini”. perintah seseorang tuk panggil dhe kaji yang memang masih saudara dan punya mobil.
“nggeh,,,”. jawab nor.
kemudian nor bergegas pergi dengan cepatnya.
keadaan istriku sudah tak tersadarkan diri, sesengguk-senggukanya pun telah tiada. di sisi lain, mobil pun belum juga terdengar suara mesinnya. keadaan semakin gelisah saja.
“den,,, tolong panggilkan dhe sunari suruh bawa mobil cepat”. pintaku pada den, salah satu tetanggaku.
“ya”. jawab den kemudian dia bergegas pergi.
mobil dari dhe kaji pun belum datang, begitu juga dengan mobil dhe sunari. keadaan semakin tambah gelisah. ditambah suara tangis dari keluarga istriku. begitu menyedihkan suasananya. keadaan yang begitu tak terlintas di benak siapapun.
setengah jam pun berlalu, mobil dhe sunari akhirnya datang, kemudian para tetangga menggotong istriku ke dalam mobil dan dibawa ke puskesmas tuk penanganan pertama. aku sendiri sudah lemas tak berdaya. hanya bisa melihat keadaan saja.
mobil pun bergegas pergi. keadaan semakin dan semakin gelisah, suram, dan begitu gelap.
sesampai di puskesmas, istriku diperiksa. kemudian dokternya mendekatiku.
“pak, ini istrimu telah meninggal.” kata halus dan pelan dokter yang begitu jelas.
sejenak aku shock dan tak percaya sama sekali. malam ini begitu gelap. gelap segelapnya, setitik cahaya sedikitpun tak memancarkan, baik dari mata maupun hati. hati yang kurasa seperti di tusuk-tusuk pisau yang telah berkarat, kemudian di cabik-cabik sepuasnya hingga begitu sakit sesakitnya, dan perih seperihnya. sangat sakit, sakit, dan sakit sekali. sakit yang tak mampu diungkapkan seberapa sakitnya, yang memang begitu sakit sesakitnya. separoh nyawaku telah tiada. keadaanku semakin bertambah lemas, hanya mampu berjalan dengan bantuan topangan orang lain.
“ malam yang tak bersahabat sekali denganku, malam yang mampu membuatku setengah gila, malam yang membuatku merana, malam yang begitu gelap segelap-segalapnya, malam yang kejam, malam yang begitu ganas beraninya mengambil separoh nyawaku”. gumam hatiku.
kemudian aku berjalan dengan topangan menuju mobil, kemudian tubuh istriku yang telah kaku dimasukkan ke dalam mobil.
sesampai dirumah, semua orang melihat dari dalam mobil, seorang wanita yang lemah tak berdaya dengan ikatan kain putih yang mengikat bagian kaki, tubuh, tangan, dan kepala. semua shock. terdengar juga suara jerit tangis dari para keluarga istriku. semua tak percaya, begitu pun denganku.
malam yang tak ada cahaya sama sekali dihidupku dan keluargaku serta keluarga istriku, semakin saja meninggalkanku dalam keperihan yang tak bersudahan.
pagi datang, pagi kali ini sangat berbeda, pagi yang gelap, pagi yang sesak, pagi yang terasa sakit.
segala prosesi telah dilakukan. pukul 09.30 WIB, jenazah istriku telah dijunjung menuju tempat tidur abadinya. lima belas menit kemudian sampai di pemakaman. lalu, proses penguburan. saat adzan ku kumandangkan, aliran deras mataku tak mampu terbendung, mungkin itulah tanda kedalaman sedihku. begitu pun orang lain, beberapa tak bisa membendung airmatanya.
pukul 10.45 WIB, proses penguburan telah selesai. semua orang telah beranjak pergi pulang. hanya meninggalkan aku sendiri di atas tanah kuburan istriku. hampir satu jam, setelah puas kemudian aku beranjak pulang.
                                                   ***
tujuh hari telah berlalu, semua orang telah beranjak pulang ke rumahnya masing-masing. aku melewati hari-hari yang begitu sepi, hanya berteman seorang malaikat kecil yang selalu mengingatkanku pada separoh nyawaku yang telah pergi dan tak kan mungkin kembali lagi. aku masih terasa sakit, mungkin sampai kapanpun akan sakit dan tak bisa akan terobati oleh apapun, dan tak kan ada yang bisa mengobati oleh siapa pun, meski pun mengimpor obat dari syurga, luka ini takkan terobati.
malam, begitu dingin juga begitu senyap. aku tenggelam dalam luka yang begitu dalam. sepi yang menghanyutkanku semakin ke dalam kesakitan. terasa beda saat ini, malam terasa lebih lama. aku menghabiskan malamku dengan membaca surat Yasin tuk istriku tercinta yang sedang disana.
fajar menyingsing, aku masih juga belum ngantuk tuk tidur. aku hadapkan saja pada diriku pada YME, mengadu segala sakitku, lukaku pada-Nya.
aku masih tersungkur dihadapan-Nya, berharap Dia kan mengangkatku dari jurang luka yang amat begitu dalam ini. pagi merebak, semburat sinarnya tak mampu menyinari relung hatiku yang begitu gelap. mungkin, tuk kini dan esok, takkan ada pagi untukku. takkan ada pagi yang memihakku. gelap saja, gelap semua hatiku.
kesakitanku tak kan pernah enggan pergi dariku, aku selalu mencintainya, mencintainya dan selalu mencintainya, selalu tertuju padanya, karena aku begitu amat sangat mencintainya, selamanya. istriku tercinta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar